Nurrahmah Widyawati Mom Food Travel Lifestyle Blogger

Diskriminasi Kusta Nyata! Edisi Hari Kusta Sedunia 2022

36 komentar
Konten [Tampil]

diskriminasi kusta

Taukah kamu? diskriminasi kusta itu nyata adanya!

Dunia memperingati Hari Kusta setiap minggu terakhir di bulan Januari. Hari Kusta Sedunia (HKS) menjadi momentum yang baik untuk mengingatkan semua pihak bahwa kusta yang merupakan penyakit kuno yang ternyata masih ada lho di Indonesia dan makin terabaikan.

Pada Rabu, 26 Januari lalu, aku baru saja mengikuti sebuah talkshow Ruang KBR yang sangat bagus bertajuk "Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya". Pas sekali dengan momen HKS 2022 ini. Anyaway, HKS pada tahun ini mengusung tema "Mari bersama hapus stigma dan diskriminasi kusta"!

Aku mengetahui event ini dari komunitas bloggerku, yaitu 1Minggu1Cerita :)

Di Indonesia, penemuan kasus baru kusta cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir, yaitu sekitar 16.000 - 18.000 orang. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia, setelah India dan Brazil.

Ketidaktahuan masyarakat tentang gejala kusta membuat mereka abai dan kurang waspada. Terlebih dengan stigma yang terus ada tentang penyakit ini, menyebabkan banyak orang dengan gejala kusta menjadi enggan memeriksakan dirinya.

Akibatnya apa? tentu penularan kusta akan terus terjadi dan kasus disabilitas kusta masih akan tetap tinggi.

Kemudian kini sebenarnya sejauh mana stigma dapat berdampak pada kehidupan orang dengan kusta?

Bagaimana pengalaman pribadi yang pernah dirasakan orang dengan kusta (OYPMK) mengenai stigma yang ada?

Selanjutnya, seberapa besar sih pengaruhnya terhadap upaya penanggulangan kusta di Indonesia?

Ini semua terjawab dalam agenda Ruang Publik KBR bersama dengan NLR Indonesia. Pada kesempatan ini KBR menghadirkan narasumber berikut:

  • dr. Astri Ferdiana (Technical Advisor NLR Indonesia)
  • Al Qadri (Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK)/ Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional)


Diskriminasi Kusta Nyata! Ini Pengalaman Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK)

Adalah pak Al Qadri, seorang OYPMK yang terkena kusta saat usia 6 tahun. Saat itu beliau masuk jenjang Sekolah Dasar, namun sudah terditeksi gejala berupa bercak mati rasa pada area lutut.

OYPMK adalah Orang Yang Pernah Mengalami Kusta

Pada awalnya, area tersebut terditeksi mati rasa karena saat dicubit hingga berdarah oleh rekannya namun tetap tidak terasa. Hingga akhirnya ada salah satu orang tua dari rekannya tersebut yang mengetahui bahwa itu adalah gejala kusta.

Beliau akhirnya melaporkan hal tersebut kepada kepala sekolah dan meminta Pak Qodri kecil untuk tidak masuk sekolah. Karena takut akan berbahaya dan menularkan ke orang lain.

Akhirnya kepala sekolah meminta orang tua Pak Qodri untuk tidak memasukkan Pak Qodri ke sekolah, namun bukan karena kusta. Melainkan menggunaka alasan bahwa Pak Qodri kecil belum cukup umur untuk SD.


Stigma orang sekitar terhadap OYPMK, Pak Al Qodri

Setelah orang-orang mengetahui bahwa Pak Qodri menderita penyakit kusta, orang sekitar menjadi menjauhinya dan terlihat diskriminasi. Tak hanya beliau, keluarganya pun mengalami diskriminasi juga.

"Sebenarnya sakit kustanya tidak seberapa, tapi sakit diskriminasinya itu sangat sangat terasa karena pembatasan pergaulan. Tidak hanya dia, namun keluarga juga", tutur Pak Al Qodri.

Kini Pak Qodri selaku Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) sekaligus Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional, menuturkan sulitnya mengajak orang yang terkena kusta untuk bergabung dalam komunitas.

Padahal dengan bergabungnya di komunitas, kita bisa sama-sama mengedukasi masyarakat tentang kusta dan menghapus stigma kusta ini.

Diharapkan dengan hilangnya stigma ini, orang-orang dengan kusta tidak lagi merasa dibatasi aktivitasnya. Disabilitas akibat kusta terasa lebih berat stigmanya dalam masyarakat karena orang takut tertular, sehingga dijauhi.

Beliau menceritakan kondisi di tempat tinggalnya, yaitu di kampung Bugis. Ketika ada yang mengalami kusta, si perempuan tidak ada yang mau melamar dan si laki-laki tidak ada yang mau menerima lamarannya.

Di Sulawesi Selatan bahkan kusta dijadikan sumpah untuk meyakinkan orang lain supaya mereka percaya terhadap apa yang menjadi sumpahnya.

Di Sulsel ini ada 8 kampung khusus kusta yang dibentuk sejak jaman pemerintah Belanda. Namun sekarang orang-orang di dalamnya sudah tidak begitu banyak OYPMK.

Di daerah Pak Qodri sendiri ada sekitar 1300 jiwa, hanya ada 400 orang yang pernah mengalami kusta dan yang mengalami kerusakan organ seperti Pak Qodri tidak sampai 200 orang. 


Pengobatan kusta pada Pak Al Qodri

Saat terkena kusta di usia 6 tahun, orang tua Pak Qodri terus mengusahakan pengobatan baik secara medis maupun tradisional. Akan tetapi pada saat tahun 70-80an, saat itu sulit sekali untuk mendapatkan pengobatan tersebut.

Hingga akhirnya pada tahun 1989 keadaan Pak Qodri memburuk, mulai banyak luka di badannya, bahkan terjadi kecacatan pada jarinya. Pada saat itu barulah informasi kusta mulai banyak dan akhirnya ada OYPMK yang mendatangi rumah Pak Qodri.

Akhirnya beliau dibawa ke rumahnya agar bisa melakukan pengobatan.


Penyebab Penyakit Kusta, Apakah Kusta Menular?

Secara medis, kusta adalah penyakit menular. Tetapi jenisnya kronis, jadi jangka waktunya lama. Penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium leprae. Biasanya bakteri ini menyerang kulit dan syaraf tepi.

Jika misalnya kusta ini terlambat dideteksi/diobati maka akan dapat timbul kelainan anatomi atau kecacatan pada beberapa bagian tubuh, seperti mata, jari tubuh, jari kaki.

Penyakit kusta ini tidak mudah menular seperti TBC maupun Covid. Kusta ini sulit menular dan proses penularannya lama (bisa saja 2-5 tahun kontak).

Jika dianalogikan, misalnya ada 100 orang dalam ruangan, yang terpapar kusta mungkin hanya 2 orang. Itupun jika orang tersebut memiliki daya tahan tubuh yang buruk atau gizinya kurang.

hari kusta sedunia

Gejala Penyakit Kusta

Dokter Astri Ferdiana selaku Technical Advisor NLR Indonesia menuturkan bahwa tanda awal kusta adalah seperti sakit kulit biasa, yaitu seperti panu/jamur. Oleh karena itu sering diabaikan oleh banyak orang.

Jadi gejala awal penyakit kusta adalah bercak merah/putih pada kulit, namun tidak gatal, tidak nyeri, serta tidak bersisik saat digosok.

Bahkan dr. Astri mengatakan jika ada cutton buds yang digosok-gosokkan maka tidak akan berasa apapun alias mati rasa.


Sebaran Kasus Kusta dan Wilayah Kerja NLR

NLR adalah satu-satunya organisasi yang bekerja untuk eliminasi kusta. Tentunya NLR bekerja sama dengan Dinas Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan organisasi untuk OYPMK (misalnya organisasi Permata, yaitu tempat Pak Al Qodri aktif menebar manfaat di sana).

Di Indonesia, tahun 2020 masih ada 6 propinsi yang belum bisa menekan angka kasus sampai di bawah 1:1000 penduduk. Sedangkan dilihat dari segi wilayah kabupaten/kota, ternyata masih ada 98 kabupaten (dari 415) yang juga belum bisa menekan angka kasus kusta.


Upaya Penanggulangan Stigma dan Diskriminasi Kusta

Diperlukan upaya yang komperhensif dan konsisten. Untuk mengatasinya butuh kerjasama dan saling bahu membahu.

"Kita harus sadar bahwa OYPMK itu punya hak dasar yang sama dengan kita, hak untuk mendapatkan kesehatan, pendidikan, hak untuk hidup pun, hak untuk mendapatkan kesempatan hukum, kesempatan politik, berpendapat dan sebagainya", tutur dr. Astri Ferdiana (Technical Advisor NLR Indonesia).

Sehingga sebagian besar kegiatan NLR adalah meningkatan kesadaran dan pengetahun masyarakat, nakes, stake holder, untuk mengetahui apa itu kusta dan menyadari bahwa mereka juga punya hak yang sama seperti kita. NLR juga melakukan strategi seperti kampanye kesehatan, pelatihan, advokasi, dll.

olak Stigmanya, Bukan Orangnya

Cara Mencegah Kusta Pada Anak

Adapun cara untuk mencegah kusta pada anak adalah jika dia tinggal di rumah dengan seseorang yang mengalami kusta, maka si OYPMK ini harus menjalani pengobatan sesegera mungkin dan harus lengkap serangkaian obatnya.

Orang yang terditeksi kusta dan telah memulai pengobatan, maka dia sudah tidak menularkan lagi ke orang lain.

Selain itu, sekarang ada yang namanya obat pencegahan kusta. Ini sudah dimulai oleh Kementerian Kesehatan sejak 2 atau 3 tahun yang lalu. Obat tersebut diberikan kepada orang-orang yang dekat dan kontak erat dengan kusta.

Obatnya hanya sekali minum, ada dosis dewasa, dosis di atas 15 tahun dan dosis anak-anak. Jadi tergantung usia anak-anaknya. Ini bisa mencegah tertularnya kusta.

Selengkapnya kalian bisa langsung menuju ke sini:

Kesimpulan

Semoga ulasan talkshow Ruang KBR bertajuk "Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya" edisi Hari Kusta Sedunia (HKS) 2022 ini bermanfaat dan mengedukasi.

Mari bersama hapus stigma dan diskriminasi kusta :)

ibu di balik gawai

Nurrahmah Widyawati
Seorang lifestyle blogger yang menulis tentang dunia perempuan, Ibu, parenting, pengasuhan anak, keluarga, review, hobi, food-travel dan kehidupan sehari-hari | Digital Illustrator :)

Related Posts

36 komentar

  1. memang kalau penyakit menular begini, sakitnya berasa double ya, sakit fisik yang dirasa dan sakit mental dari omongan orang sekitar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal menular tapi nggak menular juga :( alias nularnya susah dan butuh kontak lama. Dan jika sdh mulai masuk pengobatan, otomatis nggak menular. Makanya lagi digaungkan bgt untuk hapus stigma & diskriminasi teradap kusta biar yg mengidap nggak malu untuk berobat, mencegah disabilitas & bisa beraktivitas lagi ketika pengobatan sdh selesai :)

      Hapus
  2. Saat ini memang masih banyak yg stigmanya negatif apalagi menjauhi org yg mengidap kusta

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, semoga semakin banyak edukasi semakin bisa bertindak dengan tepat ya ;)

      Hapus
  3. Memang harus gencar memberi edukasi ke masyarakat juga bahwa penderita kusta tak harus di jauhi, penderita kusta bisa sembuh sudah obatnya asal rutin berobat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, semoga nggak ada stigma negatif lagi ya mb :)

      Hapus
  4. Stigma emang masih menjadi masalah terbesar bagi penderita kusta di Indonesia. Soalnya ada persepsi kalo penderita kusta ini emang penyakit turunan bahkan penyakit kutukan. Jadi seolah2 ngga bisa disembuhkan.

    Stigma kayak gini yang bikin penderita kusta makin takut utk periksa. Ayo yang punya tetangga dgn gejala penyakit kusta, lekas dilaporkan ke Puskesmas terdekat utk diperiksa ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah keren kak, dah tau banya nih tentang kusta ;) semoga ya kak yang diketahui terindikasi kusta nggak malu atau takut lagi untuk berobat :)

      Hapus
  5. Aku sendiri jujur masihh awam sama penyakit kusta. Dan stigma negatif memang masih lekat, bahkan di desa desa disebut penyakit kutukan lhooo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya hiks, makanya banyak harus disebarkan nih edukasi2 gini. Mungkin terutama yang di daerah agak dalam atau desa gitu ya :') PR besar memang

      Hapus
  6. dampak dari stigma tuh ngaruh banget lah kekehidupannya penyintasnya.. sedih kali mendengarnya . semoga gaung kusta seperti ini bisa memgedukasi dan membuka wawsan masyarakat y kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya diskriminasinya njatuhin mental :( semoga masyarakat lebih teredukasi ya biar makin bijak :')

      Hapus
  7. Setuju banget kalau kusta ini yang seharusnya dikhawatirkan bukanlah penyakitnya (karena sudah ada obatnya) melainkan ya stigma negatif tentang kusta yang masih menggelinding seperti bola salju di masyarakat. Agar tidak semakin besar, mari kita sama-sama mengkampanyekan "Tolak Stigmanya, bukan orangnya" pada masyarakat agar tidak ada lagi diskriminasi dan penularan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju bangeeeet! cucok banget sama tema Hari Kusta Sedunia ya "Mari bersama hapus stigma dan diskriminasi kusta" ;) hehehe

      Hapus
  8. Semoga semakin banyak masyarakat yang sadar dan gak mendiskriminasi penderita kusta lagi yaa, amiiin

    BalasHapus
  9. Sepakat! karena bagi saya pribadi, perilaku deskriminasi ini bisa disebut sebagai indikasi adanya dekadensi kultur budaya timur.

    Setiap mahluk Tuhan, pasti diciptakan disertai manfaat, tak terkecuali juga mereka penyandang kusta.

    Apa manfaatnya? Ya.. salah satunya menjadi sarana pengunduh kebaikan bagi orang di sekitar mereka, termasuk kita.

    BalasHapus
  10. diskriminasi itu kebanyakan didominasi sama ketidaktahuan dan ketidakpahaman orang2 yaa, makanya perlu banget gencar edukasi soal kusta tidak mudah menular dan sudah ada obatnya, meskipun ya tetep harus jaga kebersihan dan interaksi saat bersama. yang penting juga pengobatan, treatment pengidap kusta ini harus bener dan disiplin, terlebih kusta basah yang lebih tinggi level risikonya dibanding kusta kering

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener kak, jadi harus semua pihak terlibat aktif ya terkait masih adanya kusta ini ;)

      Hapus
  11. Semoga stigma ttg penderita kusta bisa segera hilang. Butuh edukasi dan sosialisasi yang lebih sering kepada masyarakat, supaya masyarakat juga lebih paham tentang penyakit kusta. Terutama di pedesaan atau daerah terpencil yang akses informasinya masih kurang. Biar ga ada diskriminasi lg terhadap penderita kusta dan jika ada yang mengidap kusta bisa segera ditangani.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah iya bener banget, yang di pedalaman atau bahkan desa aja masih kurang edukasinya :) semoga segera merata demi terhapusnya stigma

      Hapus
  12. Aku punya cerita di desaku ada seorang yang menderita kusta. Dan itu kayak yang dijauhi gitu sama tetangga. Bahkan ketika meninggal, tetangga seolah enggan melayat. Makan hidangannya pun nggak mau. Katanya takut ketularan gitu deh.

    Emang stigma tu benar-benar membuat stereotip yang menakutkan banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Innalillahi, padahal dah berobat belum? :') kasihan, semoga jadi penggugur dosa ya kak untuk beliau :'( sedih bgt

      Hapus
  13. Sedih ya, masih saja banyak stigma negatif terhadap penyitas kusta
    Semoga kedepannya nggak ada lagi diskriminasi bagi penyitas kusta

    BalasHapus
  14. Masih ada daerah yang belum eliminasi kusta ya.
    Yuk hempaskan diskriminasi, ubah dengan saling dukung satu sama lain

    BalasHapus
  15. Hal seperti ini perlu menjadi perhatian bersama, dan upaya sosialisasi serta edukasi perlu terus digalakkan agar orang-orang semakin aware dan bisa memberikan dukungan kepada oypmk untuk bisa hidup seperti orang pada umumnya dalam pemenuhan hak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget biar haknya juga bisa tetap berjalan :')

      Hapus
  16. Perlu banget memang ya mba, mengedukasi masyarakat kita agar nggak lagi mendiskriminasi penderita kusta lagi. Minimnya pengetahuan mereka dan stigma yang telah menyebar jadi penyebab utama sih menurutku.

    Jadi memang harus banyak-banyak share tentang ini agar masyarakat juga makin paham.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya masih PR besar kita semua untuk menyampaikan edukasi mengenaik kusta ini :)

      Hapus
  17. Ya memang stigma yang berkembang di masyarakat tentang kusta ini perlu diluruskan. Semoga dengan kegiatan edukasi yang kontinyu ini, masyarakat mulai aware dan mendapat pengetahuan baru tenntang kusta dan tak ada lagi diskriminasi.

    BalasHapus
  18. aku jadi ikut ngerasan gitu lho mba apa yang dialami pak Qdari dan sesama penderita kusta lain. Stigma ini sampai sedemikian parahnya sampai merusak kualitas hidup mereka, sampai mau nikah aja gak jadi. kebangetan sih ya. stigma negatif kusta emang bener-bener harus dihilangkan, jadi pr kita bersama nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masha Allah iya :( waktunya kita gaungkan untuk no diskriminasi untuk OYPMK. Semoga bisa sembuh dan berkegiatan normal

      Hapus

Posting Komentar